Kamis, 31 Oktober 2013

Mesin Canggih ‘mbah Google’



Siapa yang tidak mengenal kata ‘google’. Hampir bisa dipastikan siapa yang mengenal internet maka tak asing dengan kata tersebut. Begitu istimewanya, maka ‘google’ sang mesin pencari dijadikan rujukan pertama ketika browsing. Sangat familiar terhadapnya, sehingga kita sering menjulukinya ‘mbah google’. Secara adat Jawa, kata ‘mbah’ berarti eyang. Secara filosofi begitu dihormati, tempat rujukan, syarat pengalaman.
Hal yang lumrah jika orang menyebut ‘mbah google’. Sebagai orang ‘awam’ yang berinternet, amat terbantu dengan kehadirannya. Berpedoman dengan kata kuncinya saja tanpa perlu mengingat alamat webnya, maka bisa langsung diketikkan dan hasilnya situs-situs yang berkaitan dengan kata kunci tadi. Mungkin situs yang muncul bisa puluhan bahkan ratusan.
Melalui ‘mbah google’ inilah, penulis bisa mengunjungi situs favorit tentang dunia bola. Ada beberapa situs yang sering dikunjungi, salah satunya www.bolanews.com. Di situ lah penulis berelancar di dunia maya, menggali informasi tentang jagat bola. Bisa update berita tentang piala dunia, liga champion, atau liga Italia. Tak ketinggalan timnas Indonesia yang baru saja merebut piala AFF U-19. Maju terus Garuda Muda..!!!
Mengapa penulis lebih sering menggunakan ‘mbah google’?. Memang masih ada mesin pencari lain macam yahoo, ask, AOL search, funmoods, akan tetapi aspek kemudahan lah yang mendasarinya. Di komputer manapun atau di warnet mana saja kita lebih mudah menjumpai mesin pencari ‘mbah google’ dari pada yang lain. Selain itu, setali tiga uang: memang sedari awal, penulis berkenalan internet sekaligus berkenalan juga dengan ‘mbah google’.
(Iwan/UMBY)


Sabtu, 19 Oktober 2013

Sisi Unggul Jurnalisme Online Adalah Kecepatan

Era sekarang adalah era online. Perkembangan teknologi informasi internet diiringi kemunculan media online. Media ini semakin lama semakin menjamur selaras dengan penggunanya. Di Indonesia pengguna media online meningkat drastis sejak tahun 2012. Di tahun ini jumlah pengguna mencapai 63 juta orang. Sangat besar apabila dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya 2 juta orang (http://media.kompasiana.com/new-media).
Arus informasi tak hanya dikuasai oleh penguasa-penguasa media papan atas, nyatanya masyarakat biasa pun bisa andil menawarkan informasi yang aktual dan bisa dipercaya. Kegiatan inilah yang dinamakan jurnalisme warga. Biasanya masyarakat seperti ini berbagi dalam laman khusus dari media online atau situs pribadi macam blog, wordpress atau melalui media sosial.

Salah satu contoh jurnalisme warga bisa dicontohkan seperti yang ditulis: http://mrfelippe.blogspot.com. Ia langsung memberitakan terjadi gempa di Tasikmalaya, padahal berita ditulis jam 01.00 dini hari. Kecepatan adalah alasan mengapa saluran ini dipilih masyarakat. Hal ini juga merupakan keunggulan dari media konvensional yang sudah ada. Karena dalam hitungan detik saja informasi sudah bisa ter update.  (iwan)
Sahabat Donor Darah ESQ Gandeng PMI Gelar Aksi Kedua
Menjadikan Donor Darah Sebagai Gaya Hidup

photo Iwan
Relawan Sahabat Donor Darah ESQ bekerjasama dengan PMI kota Yogyakarta menggelar aksi donor darah di Lahan Parkir Lembah UGM

Yogyakarta –Donor darah memang  tak hanya dijadikan sebagai aksi kemanusiaan semata, lebih dari itu sebagian masyarakat sudah menjadikannya sebagai  gaya hidup. Selain menyehatkan, donor darah merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama yang syarat akan nilai ibadah.
Aksi mulia ini pun ditunjukkan oleh puluhan relawan yang tergabung dalam Sahabat Donor Darah. Komunitas di bawah naungan lembaga Emotional Spritual Question (ESQ) ini bekerja sama dengan PMI kota Yogyakarta pada Minggu (12/01/12) menyelenggarakan aksi kemanusiaan donor darah di  Lahan parkir Lembah Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Kami mengusung tema Blood Donate Is Our Life Style. Mendonorkan darah henaknya rutin dilakukan tiap tiga bulan sekali. Aksi yang membuat tubuh sehat sehingga perlu dijadikan gaya hidup” papar Ketua panitia  Novita Praci Putri. Selain mendapatkan bingkisan tambahan gizi dari PMI, setiap pendonor diberikan cindera mata sebuah pin cantik.
Lebih lanjut mahasisiwi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA) tersebut berharap “Dengan adanya kegiatan donor darah tersebut, diharapkan stok darah PMI saat ini akan meningkat, sehingga bisa mencukupi kebutuhan darah untuk melayani masyarakat”.  
Rencananya aksi yang sama akan kembali dilakukan pada 19 dan 26 Februari mendatang di tempat yang sama. Sahabat Donor Darah yang beranggotakan sedikitnya 24 mahasiswa dari UIN, UAD, UMY, UGM dan UII inilah yang aktif mempublikasikan baik melalui media cetak maupun  jejaring sosial. Para pengnjung pasar Tiban UGM danu masyarakat lain diharapkan berkontribusi menyumbangkan darah untuk disumbangkan ke PMI kota Yogyakarta.
Kegiatan donor darah seperti ini sebenarrnya kali kedua setelah sebelumnya digelar tiga hari berturut pada 27-29 Oktober 2011 di Universitas Islam Negeri (UIN). Tingginya antusiasme masyarakat, mendorong Sahabat Donor Darah, sebuah komunitas yang terbentuk 8 bulan silam ini untuk kembali menggelar aksi serupa. Pada kegiatan kali ini sedikitnya 80 orang telah mendaftarkan diri. Bahkan ada anak 14 tahun yang ingin mendartar, tetapi karena terlalu muda maka tak diperbolehkan.
Salah seorang pendonor Wasis Wiratmoko mengaku baru pertama kali melakukan donor darah. “Saya kebetulan pas jalan-jalan kok lihat bus Donor Darah. Biar sehat jadi saya donor darah” jelasnya. Pria yang juga seorang pembengkel itu memang rutin pada hari Minggu sebulan sekali melakukan rekreasi di pasar Tiban UGM mengajak anak dan istrinya.
Dalam kegiatan ini, PMI kota Yogyakarta sedikitnya menerjunkan empat orang. “Antusiasme kali ini amat tinggi, setidaknya sudah 40 kantong darah yang sudah kita dapat” papar Danun, Bagian Pelayanan darah PMI cabang Kota Yogyakarta. Bagi siapa saja yang bersedia mendonorkan darah maka PMI akan membuatkan kartu Donor Darah secara cuma-cuma. Kartu ini merupakan desain terbaru yang  disertai barcode dan identitas dari pendonor.
Kebutuhan kantong darah di PMI kota Yogyakarta per hari mencapai ratusan.  “Untuk berada di level aman, stock harus ada minimal 200 kantong darah. Ini dikarenakan dalam sehari PMI melayani permintaan 100 an kantong, padahal dalam sehari pendonor rata-rata hanya mendapat  80 an kantong” terang Danun. (iwn)


Ikhwanudin UMBY

Selasa, 08 Oktober 2013

          SEJARAH OMAH DOME

              Sabtu tanggal 27 Mei 2006 rakyat Indonesi kembali berduka dengan terjadinya musibah gempa bumi 6,7 sr yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta di pagi hari. Gempa bumi yang terjadi pukul 05:59 WIB ternyata mengakibatkan kerusakan yang sangat hebat, banyak sekali rumah-rumah penduduk yang rata dengan tanah, banyak sekali masyarkat yang kehilangan harta benda, tak terkecuali bangunan-bangunan instansi milik pemerintah, sekolah-sekolah dan fasilatas umum lainya ikut hancur,  bahkan ribuan nyawa melayang akibat terkena reruntuhan bangunan rumah mereka, banyak yang kehilangan sanak keluarga, orang tua dan anak sendiri.Bencana gempa bumi ini memang meninggalkan kesedihan yang sangat mendalam.
            Disuatu daerah diYogyakarta timur, di Kecamatan Prambanan, tepatnya di Dusun Sengir,Kalurahan Sumberharjo, terdapat sebuah perkampungan kecil di lereng perbukitan namanya Dusun Nglepen tak luput dari bencana gempa bumi ini. Bahkan disini sangat parah sekali karena akibat dari bencana ini, perkampungan ini tidak bisa ditempati lagi. Karena tanah diperkampungan ini mengalami amblas, retak-retak dan longsor. Para penduduknya segera mingungsi ketempat-tempat yang lebih aman. Akibat dari gempa bumi ini penduduk disini tidak hany kehilangan tempat tinggal tapi tanah kelahirannyapun tidak bisa ditempati lagi. Sungguh keadaan yang sangat menyedihkan.
            Setelah empat bulan lamanya penduduk disini tinggal ditenda akhirnya ada kabar yang menggembirakan dari pihak pemerintah, bahwa masyarakat disini akan direlokasi di tempat yang sangat aman. Akhirnya pada bulan September 2006 penduduk disini mendapat bantuan rumah dari Lembaga Masyarakat Non Pemerinta di Amerika Serikat, yang bentukanya sangat unik yaitu rumah Domes atau rumah iglo atau yang lebih dikenal oeleh masyarakat dengan sebutan rumah teletubis karena bentuk rumahnya yang bulat seperti rumah teletubis.
            Pada bulan September 2006 ini pula, proyek pembangunan rumah tersebut dimulai. Rumah-rumah Domes untuk masyarakat Nlepen ini dibangun diatas tanah kas Desa Sumberharjo. Pembangunan rumah Domes ini selesai pada bulan April 2007. Dan diresmikan pada tanggal 29 April 2007 oleh Menteri Pemukiman Hidup yaitu Bapak Prof. Dr. Alwi Sihab. Setelah diresmikan dan diserahkan ke masyarakat maka mulai sejak itu rumah Domes ini boleh ditempati oleh warga Nglepen. Selanjutnya atas kehendak LSM tersebut perkampungan ini diberi nama NEW NGLEPEN. Karena bentuknya yang bulat akhirnya terkenal dengan sebutan Domes New Nglepen atau Teletubis
Logika Waktu Pendek Manusia

Era hidup masa kini adalah era masyarakat modern yang dinamis. Arus informasi menjadi kebutuhan pokok yang harus dinikmati setiap hari, bahkan bisa dalam hitungan detik.  Informasi yang datang dari berbagai sumber dan dari berbagai belahan dunia dapat dipantau  hanya melalui layar monitor. Tentu ini berkat kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat. Hasil teknologi semacam internet berdampak luar biasa terhadap pola kehidupan manusia.

Dunia online memang telah menjadi kebutuhan masyarakat. Jika lebih ditelisik, kata “online” yang tidak asing lagi di telinga secarah harfiah berarti “keadaan konektivitas (ketersambungan) pada internet atau world wide web (www)”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa berbicara tentang “online” berarti bicara tentang internet.

Banyak dimensi yang bisa ditelisik dari dunia internet. Banyak hal yang baik atau positif, namun pasti ada yang negatif. Yang paling penulis soroti adalah berubahnya pola pikir manusia. Manusia (baca: masyarakat) tidak bisa dipungkiri menjadi berpikir instan atau disebut juga berlogika waktu pendek. Manusia dalam segala hal berpatokan pada kecepatan, sehingga berhasrat mencapainya. Misalnya: media yang memberitakan paling cepat dalam suatu kasus adalah yang paling baik, berbelanja melalui internet yang mudah karena tak menyita banyak ruang, bersosial media dan lain sebagainya.

Imbas dari pola pikir waktu pendek, manusia semakin terkikis rasa menghormati dan menghargai. Apalagi mereka mulai menanggalkan sebuah proses dan berpaling pada hasil semata. Sungguh hal ini perlu dicegah atau “disembuhkan” dengan cara memberikan pengertian secara luas kepada masyarakat tentang positif dan negatif dari perkembangan teknologi internet.


Ikhwanudin/ 12072045/UMBY

Selasa, 01 Oktober 2013

Belut Penyambung Hidup

“Urip niku nyadar, nrimo, ampun gresulo, pedamelane halal sanes jupuk colong” (hidup itu sadar, menerima apa adanya, tak boleh mengeluh. Pekerjaan yang penting halal, bukan mencuri)

Kata kata itulah yang senantiasa mampu menguatkan seorang lelaki paruh baya yang sedari tadi siap bergegas pulang. Ia mengemasi dua dirigen dan membersihkan kotoran-kotoran. Kali ini , ia bertopi putih, berkaos putih dan bercelana jeans yang nampak mulai kusam. Apa yang dikenakan, seakan tak ada yang bisa dibanggakan. Bapak 50 tahun ini memang sehari-hari mengais rupiah di bawah rimbunan bambu.

Bardiman nama lengkapnnya. Bapak dua anak ini adalah warga Kentheng, Madurejo, Prambanan, Sleman. Kesehariannya berjualan belut di tepi jalan Madurejo-Kalasan. Sudah sejak lama hampir lima tahun. Belut, hewan sebangsa ikan yang lebih mirip dengan ular menjadi tumpuan hidup bagi Bardiman sekeluarga.

Photo: Iwan
Selesai Berjualan: Bardiman sehari-hari berjualan dengan sepeda kesayangannya yang dibelinya tahun 80-an seharga 100 ribu

Mungkin banyak orang yang geli bahkan jijik, mungkin di luar sanajuga  masih ada yang beranggapan belut tak punya gizi.  Namun tidak untuk lelaki yang sedari dulu tak sekalipun mengenyam bangku sekolah ini. “Belut itu banyak proteinnya, bagus kalau dimakan, banyak gizi” tangkasnya.

Sehari-hari, Bardiman mengambil belut dari pengepul. Sedari rumah, ia selalu berharap belut senantiasa tersedia untuknya. Pasalnya akhir-akhir ini belut semakin lama semakin menghilang, padahal musim hujan belum berlalu. Praktis jika belut ada, senyum merekah dari balik bibirnya. Berarti hari itu bisa jualan. Berarti besok bisa berharap bisa membeli beras untuk istri tercinta dan dua buah hatinya. Namun jika tak menyambagi belut, bersiaplah tak jualan, tak ada pemasukan harian. Menyusun pikiran bagaimana besok keluarganya makan, bagaimana bisa menghutang tatangga.

Mungkin tak banyak orang yang berprofesi seperti Bardiman. Hasil yang tak seberapa dan bahan baku yang tak selalu ada adalah kendala mendasar. Tapi mau apa lagi, selepas menjadi kuli bangunan yang digelutinya selama lebih dari 30 tahun, badannya seakan tak kuat lagi memikul tumpukan batu dan gunungan pasir. Maklum Bardiman sudah menginjak usia kepala lima. Praktis berjualan belut merupakan solusi terbaik di tengah kehidupan yang serba sulit.

Sebenarnya, berjualan belut bukanlah pekerjaan syarat profit. Hanya orang nrimo, ikhlas dan tak gresulo yang selalu didengung-dengungkanlah yang mampu bertahan. Seperti hari ini, Bardiman hanya menjual empat kg belut. Padahal per kilo hanya mengambil untung 2 ribu rupiah. Jauh dari kata “untung besar”. Bila uang yang dihasilkan dihgunakan untuk membeli BBM (Bahan Bakar Minyak), ternyata tak sebanding dengan harga 1 liter pertamax. Hanya bisikan hati nurani yang mampu menahan beban hidup diri dan keluarganya.

Belut..belut..belut.. hewan yang susah ditangkap dan suka sekali dengan lumpur. Teramat berharga bagi Bardiman. Benar-benar ibarat sebuah nyawa, jika belut dari pengepul tersedia berarti dirinya berjualan. Sebaliknya jika tak ada belut, bersiap tak punya penghasilan. Tanpa belut, sandarannya hanyalah kata-kata bijak penguat hati. Hidup nrimo, tanpo gresulo.

Lima tahun terakhir, belut semakin lama seperti semakin menghilang saja. Karuan, tak bisa dilepaskan oleh ulah para elite. Pembangunan gedung yang semakin menggila, menjadikan belut kehilangan rumah-rumahnya. Jika pemerintah tak tanggap, lambat laun tamatlah pekerjaan Bardiman dan kawan seprofesinya. Pada akhirnya, tanda- tanda angka kemiskinan akan semakin bertambah.

 Stop pembangunan, biarkan sawah menghampar, maka Bardiman akan selalu tersenyum.

Ikhwanudin/ Mahasiswa UMBY